Fotografi Bukan Hanya Tentang Kamera, Memotretlah Dengan Kamera Yang Ada Di Tangan

Boleh kah saya bertanya kepada Anda? Kira-kira dari dua orang di bawah ini, mana yang akan menghasilkan sebuah foto yang “bagus” dan “menarik”?

  • Seseorang dengan sebuah kamera smartphone 8  MP (Mega Pixel atau Mega Piksel)
  • Seseorang dengan sebuah kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) 24 MP

Kalau diibaratkan lomba, siapa kira-kira yang akan bisa meraih hadiah pertama? Mana yang peluangnya lebih besar?

Bisa tolong pikirkan sejenak?

Ok. Coba sekarang cocokkan jawaban Anda dengan jawaban saya di bawah ini.

KEDUANYA MEMILIKI PELUANG YANG SAMA UNTUK MENGHASILKAN FOTO YANG BAGUS DAN MENARIK. KEDUANYA MEMILIKI KEMUNGKINAN UNTUK MENDAPATKAN HADIAH PERTAMA.

Mungkin Anda berpikir bahwa saya sedang bercanda. 

Mana mungkin orang pertama dengan kamera smartphone bisa mengalahkan orang kedua yang memiliki kamera yang lebih canggih dan mahal?

Baiklah, saya akan coba bawa Anda ke beberapa situs

1) How I meet Henri Cartier Bresson

Disini terdapat sebuah foto di bagian atas artikel yang enak dipandang mata. Siluet seseorang sedang melompat sambil memegang payung dengan latar belakang pasangan juga berpayung, dan menara Eiffel.

Foto ini hasil karya seorang bernama Henri Cartier Bresson. Seorang Perancis kelahiran tahun 1904 yang dikenal sebagai Bapak Fotografi Jalanan.

Karya yang indah bukan?

2) Erik Kim Blog

Situs ini adalah milik Eric Kim, seorang fotografer “jalanan” yang berkeliling dunia untuk mengajar pada workshop tentang fotografi jalanan.

Dalams situs ini Anda bisa melihat tampilan mukanya berisi berbagai hasil karyanya.

Unik. Menarik. Berani.

Kenapa dua orang ini? Mengapa dijadikan contoh?

Karena keduanya tidak menggunakan kamera DSLR berharga mahal

Henri Cartier Bresson lahir di zaman dimana DSL bahkan belum terpikirkan. Meskipun ia tetap aktif memotret hingga meninggal di tahun 2004, ia memotret dengan menggunakan film dan bukan digital. Kamera Leica generasi awal jelas bukan kamera DSLR.

Sedangkan Eric Kim, dalam blognya menulis bahwa ia lebih suka menggunakan kamera kompak Ricoh GRII karena ringan, praktis dan kecil. Meskipun kemudian ia beralih ke kamera Mirrorless, tetapi banyak karyanya tetap memakai Ricoh GRII.

Tetapi, karya mereka tetap enak dipandang mata bukan?

Nah, sekarang tentu Anda mengerti mengapa saya berani mengatakan bahwa kedua orang dalam contoh memiliki peluang yang sama untuk menghasilkan foto yang bagus dan mengagumkan

Alasan utamanya adalah karena FOTOGRAFI bukan hanya tentang kamera.

Fotografi bukan hanya tentang kamera

Kamera memang alat utama dalam fotografi. Tanpa adanya kamera maka tidak akan ada yang namanya fotografi. Yang ada adalah seni melukis atau menggambar.

Meskipun demikian, kamera bukanlah yang terpenting dalam menciptakan sebuah foto. Prinsip “the man behind the gun” (Orang di belakang senjata) sangat sesuai dengan prinsip fotografi.

Pemegang kameranya, orangnya lah yang terpenting dan berpengaruh paling besar.

Seorang kaya dengan harta berlimpah dapat dengan mudah membeli sebuah kamera keluaran baru, tercanggih. Tetapi, kalau ia tidak memiliki pengetahuan, skill dalam mengoperasikannya, hasilnya bisa jadi tidak menarik untuk dilihat. Sebaliknya seorang fotografer berpengalaman, yang dengan terpaksa memakai smartphone karena melihat momen yang bagus, bisa jadi akan mendapatkan foto yang memancing perhatian.

Hal itu saya alami sendiri, meski dalam skala kecil dan terbatas.

Meskipun kamera saya hanya kamera biasa dan tidak berbeda dengan kamera saku, ternyata hasilnya mendapat banyak pujian dari kawan-kawan lama. Padahal banyak diantara mereka yang memiliki kamera yang berharga lebih mahal dan canggih.

Beberapa diantara mereka bertanya, ” Ton, bisakah saya menghasilkan foto seperti yang kamu buat dengan kamera yang saya miliki?”

Jawaban saya singkat saja, ” Kameramu lebih mahal dan canggih dari kamera yang aku miliki”

Bukan masalah kameranya.

Lebih kepada manusianya.

Saya sudah berlatih memotret sejak memulai perjalanan sebagai blogger. Dimulai dengan menggunakan kamera smartphone Xperia M, yang masih menemani hingga saat ini. Kemudian berlanjut dengan sang Fujifilm Finepix, sekarang ditambah dengan Samsung Galaxy Tab A7, tab murah tetapi bermanfaat untuk mobile blogging.

Lebih dari dua tahun berlatih mengabadikan berbagai momen, dari mulai kucing tidur, sampai tukang sayur lewat. Pada waktu bersamaan kelayapan di internet mempelajari berbagai tehnik dan filosofi fotografi untuk kemudian dipraktekkan.

Dibandingkan dengan rekan saya tadi, saya memiliki lebih banyak kemampuan, pengetahuan dan skill mengoperasikan kamera.  Saya lebih tahu bagaimana mencari sudut pemotretan. Saya juga lebih mengerti mencari obyek yang menarik. Itulah mengapa hasilnya bisa lebih baik dan menarik dibandingkan mereka.

Hal seperti itulah yang membuat saya percaya bahwa fotografi memang bukan sekedar tentang kamera. Jauh lebih luas dari itu.

Memotret lah dengan kamera yang Anda punya

Berdasarkan pandangan seperti ini, saya ingin menyarankan kepada siapapun, termasuk Anda untuk tidak meredam keinginan memotret hanya karena masalah kamera.

Apapun merknya dan berapapun harganya, jangan dijadikan sebuah alasan.

Mengapa fotografi  disebut juga dengan “melukis dengan cahaya” adalah karena fotografi adalah seni.

Dan, sangat demokratis.

Penikmat foto tidak akan pernah bertanya bagaimana sebuah foto dihasilkan. Mereka tidak mau tahu dengan kamera merk apa sebuah foto diambil. Selama sebuah foto dianggap bagus, maka mereka akan memberikan pujian.

Kecuali, Anda berhadapan dengan penggemar fotografi seperti saya ini. Saya akan bertanya ini dan itu. Bukan karena ingin membandingkan, tetapi karena ingin meniru tehnik yang Anda pakai agar bisa menghasilkan foto yang bagus juga.

Sesederhana itu.

Jadi, pergunakan kamera apapun yang ada di tangan Anda. Mau smartphone merk Xiaomi, Samsung Galaxy, atau apapun, bukan sebuah masalah. Yang terpenting ada kameranya di dalamnya yang memungkinkan mengambil foto.

Nikmati rasanya memotret.

Kemungkinan besar Anda akan kecanduan seperti saya ini.

Semoga, jadi saya akan punya kawan Maniak Potret juga.

3 thoughts on “Fotografi Bukan Hanya Tentang Kamera, Memotretlah Dengan Kamera Yang Ada Di Tangan”

  1. Saya selalu penasaran dengan makna ungkapan “kamera terbaik adalah yang ada di tangan anda” yang beberapa kali saya temukan saat membaca artikel tentang kamera terbaik.

    Terkadang saya tidak puas dengan hasil jepretan kamera hape saya, pernah saya memakai iPhone dan saya puas memakainya untuk foto-foto. Setelah itu saya harus menggantinya karena rusak, dengan hape lain yang saya pilih karena kapasitas baterenya yang besar. Akan tetapi dengan keunggulan kapasitas batere tersebut, ada kelemahan yang saya rasa cukup signifikan yaitu kameranya kurang terasa tajam. Saya pun menjadi kurang bersemangat mengambil foto dengannya.

    Saya ada usul buat artikel selanjutnya mas, mungkin bisa menulis tutorial cara menghasilkan foto yang baik dengan kamera hape yang low-end.

    • Waah maaf agak terlambat menjawab komentarnya. Kebetulan saya sempat hiatus beberapa bulan karena satu dan lain hal di dunia maya. Maaf ya Mas..

      Kamera terbaik adalah kamera di tangan Anda. Coba imajinasikan seperti ini, Anda menginginkan sebuah full frame Sony A7 III, tetapi di tangan Anda hanya ada sebuah Canon 700D (APS-C). Mana kamera terbaik? Jawabannya saya Canon 700D.

      Mengapa? Dengan kamera tersebut Anda bisa memotret dan berkarya, mengembangkan skill, berkreasi. Sedangkan Sony A7II yang Anda impikan tidak akan menghasilkan apa-apa karena Anda tidak memilikinya.

      Kemudian, ketika Anda sudah memiliki Sony A7 III, lalu adakah garansi bahwa semua hasil foto Anda langsung menjadi luar biasa? Tidak juga. Masih butuh skill dan kemampuan untuk menghasilkan foto yang baik.

      Seorang fotografer yang baik akan mengerti mana kelemahan dan kekuatan kameranya. Gambar yang tajam memang menyenangkan untuk dilihat, tetapi sebenarnya foto yang baik bisa juga dilakukan dengan memberi penekanan pada komposisi, cerita, warna, dan sebagainya. Tajamnya gambar pada foto bukanlah segalanya.

      Siap mas.. nanti saya siapkan. Mungkin butuh beberapa waktu karena saya baru kembali, tetapi usulnya akan sangat saya perhatikan

Comments are closed.