Beli Kamera Berdasarkan Kebutuhan Bukan Keinginan

Beli Kamera Berdasarkan Kebutuhan Bukan Keinginan

Manusia itu makhluk yang tidak pernah puas. Keinginannya hampir tanpa batas. Contoh sederhananya, sudah punya istri cantik, sexy, dan baik, tetap saja seorang pria kerap melirik SPG cantik di ajang pameran. Kaum wanita pun sama, sudah punya satu tas Hermes, tetap saja keinginan untuk memiliki Louis Vuitton akan hadir di hati. Apalagi di zaman sekarang dimana godaan iklan komersial hadir hampir tiap detik, dimanapun.

Kalau semua dituruti ya berabe. Bisa banyak masalah yang timbul. Pepatah orangtua adalah “sesuatu yang berlebihan itu tidak baik”. Yang sudah punya istri satu, kemudian ingin 2,3, atau empat akan menghadapi banyak masalah karena menuruti keinginannya karena baik dan buruk adalah dua sisi mata uang, yang akan selalu hadir bersamaan.

Begitu juga dalam dunia fotografi. Iklan dan review berbagai jenis kamera akan menghadirkan hasrat untuk membelinya. Apalagi kalau mendengar kata Full Frame atau Mirrorless, yang mengusung teknologi yang lebih canggih, pastilah hadir rasa kepingin yang kuat di dalam hati. Sesuatu yang memang diinginkan oleh para penjual.

Masalahnya, mampukah kita terus berusaha memenuhi hasrat itu terus menerus. Tentunya tidak. Bagaimanapun kemampuan manusia itu ada batasnya. Anggaplah, memang Anda seseorang yang memiliki uang “tidak berseri” saking banyaknya, dan harga kamera berapapun dalam jumlah berapapun, mampu Anda beli, tetapi pada saat memotret berapa kamera yang bisa digunakan? Jawabnya ya cuma satu. Itulah kapasitas kedua tangan manusia.

Begitu juga dengan teknologi kamera yang sering dijadikan alat pemikat. Saat baru keluar, sebuah kamera akan menjadi lebih “canggih” dari kamera sebelumnya, dan kemudian kita beli. Berapa lama predikat lebih canggih itu akan bertahan? Tidak lama.

Pada masa sekarang, produsen kamera sangat cerdik. Mereka akan mengeluarkan kamera dengan tambahan satu dua fitur setiap 2-3 tahun sekali dan membuat sebuah teknologi terlihat “kuno” hanya dalam waktu sebentar saja. Kalau harus menuruti keinginan untuk menjadi yang tercanggih, maka perlu biaya sangat besar untuk terus mengikuti trend yang sengaja dibuat para produsen.

Padahal, dunia fotografi bukanlah sebuah dunia yang mengandalkan pada teknologi terbaru. Dunia ini justru berpusat pada si pemegang kamera, bukan kameranya. Seorang fotografer kawakan diberi smartphone sekalipun ia akan bisa menghasilkan foto yang enak dilihat, sebaliknya seorang yang tidak tahu cara menggunakan kamera diberi kamera Mirrorless terbaru pun, hasil fotonya bisa saja membuat sepet mata.

Jadi, mengapa harus membeli kamera berdasarkan keinginan? Hal itu akan menghadirkan konsekuensi buruk bagi kehidupan. Apapun yang menuruti hasrat dan nafsu saja biasanya akan berujung buruk.

Begitupun dalam hal ini. Belilah kamera sesuai kebutuhan dan jangan keinginan.

Jika Anda hanya butuh untuk menyalurkan hobi , memotret keluarga dan teman-teman, tidak perlu membeli kamera seharga 200 juta. Bahkan, sebuah Canon DSLR 1300D saja sudah lebih dari cukup, kalau mau lebih jauh lagi sebuah smartphone juga tidak masalah, selama Anda tahu menggunakannya.

Kecuali, jika memang bidang pekerjaan atau profesi Anda memerlukannya, seperti fotografer pernikahan. Mau tidak mau kamera dan assesori-nya perlu dicarikan yang terbaik yang mampu diberi karena berkaitan dengan pencarian nafkah. Dalam hal ini kamera adalah modal utama. Jadi, suka atau tidak suka harus dibeli dan dipersiapkan untuk menghasilkan foto yang maksimal.

Jadi, beli kamera sesuai dengan kebutuhan. Jangan hanya menuruti keinginan manusia yang tanpa batas itu.