Ada rasa ngenes tiba-tiba muncul dalam hati beberapa minggu yang lalu, ketika saya sedang menyusuri Jalan Suryakencana, Bogor untuk berburu momen.
Rasa itu hadir ketika perhatian saya tertuju pada sekelompok orang, sepertinya anggota keluarga. Seorang wanita agak tua, seorang gadis, dan seorang pemuda.
Yang membuat mata saya melirik adalah karena si pemuda mengenakan jas lengkap dengan dasi seakan-akan ia baru saja menghadiri acara perpisahan sekolah. Padahal, di masa pandemi Covid-19, tidak ada sekolah di jalan Suryakencana, Bogor yang sedang menyelenggarakannya dan hampir pasti semua sekolah di Indonesia pun demikian. Larangan untuk melakukan itu masih berlaku.
Tidak beberapa lama kemudian, rasa nelongso itu tidak terhindarkan muncul ketika di depan sebuah bangunan kuno di kawasan Pecinan Kota Hujan itu, kelompok itu berhenti.
Dari tas belanja berwarna biru yang dibawanya, si wanita agak tua mengeluarkan buket kelulusan. Kemudian ia mengalungkan sebuah medali kepada si pemuda.
Lalu, sang pemuda diminta berpose sambil memegang buket tersebut di depan pagar bangunan.
Ia bergaya dan tersenyum seperti sedang merayakan kelulusannya. Bergantian, sang gadis dan wanita tua mendampingi pemuda tersebut untuk difoto dengan smartphone mereka, persis seperti yang dilakukan pada acara wisuda.
Ngenes. Ada rasa haru menyesak di dalam dada saya sendiri.
Memang, banyak orang memandang acara kelulusan sebagai sesuatu yang tidak penting dan membuang uang saja. Namun, sebagai manusia, saya cukup sadar bahwa setiap manusia butuh acara-acara itu yang merupakan tonggak penanda dalam perjalanan kehidupan mereka.
Wisuda, kelulusan adalah tonggak-tonggak kehidupan tersebut.
Sayangnya, pandemi Covid-19 membuat banyak orang kehilangan momen-momen itu. Banyak momen yang harus rela dihilangkan demi kebaikan bersama.
Dalam situasi seperti ini, ketiga orang tadi, yang saya duga merupakan satu keluarga, seperti sedang berusaha setidaknya membuat sebuah kenangan keberadaan tonggak itu dalam kehidupan mereka.
Membuat potret kelulusan dengan cara seperti itu, tidak bisa dielakkan menghadirkan rasa sedih di dalam hati. Yang terlihat itu hanya satu dari sekian banyak momen indah kehidupan manusia yang terampas dengan kehadiran si Corona.
Hasil fotonya, saya bisa duga tidak sempurna. Bukan karena masalah fotografinya, tetapi pasti tidak bisa menggantikan acara kelulusan sebenarnya.
Tidak ada wisudawan lainnya, tidak ada sambutan kepala sekolah dan guru yang membosankan, tidak ada acara tari-tarian dan nyanyian, tidak ada proses pemberian ijasah secara simbolis, tidak ada peluk haru sesama kawan karena harus berpisah jalan, dan banyak tidak ada lainnya.
Namun, mencoba berpikir positif, setidaknya, salah satu tonggak penting dalam kehidupan seseorang, yaitu lulus sekolah masih tetap bisa terekam dengan cara yang agak unik dan tidak biasa. Tidak sempurna, tetapi setidaknya tetap ada sesuatu sebagai pembangkit memori di kemudian hari.
Saya hanya bisa berdoa, semoga pandemi ini cepat berlalu sehingga tidak terlalu banyak momen-momen kehidupan yang tidak bisa direkam sebagaimana mestinya.
Dan, tentu saja, agar semua bisa kembali normal dan tidak lagi banyak kesedihan yang disebabkannya.
#Staysafe dan jangan lupa 3M ya Kawan!
Ga kebayang kalo harus wisuda secara online. Bersyukur aku sempet ngalamin yg real. Tapi kemarin aku ngikutin wisuda online adikku sebagai dokter spesialis, dan rasanya jujur ngebosenin mas. Tapi mau gimana yaa. Namanya kondisi sdg begini.
Mungkin nanti para generasi wisuda online ini toh bisa bangga bercerita Krn mereka JD generasi langka melakukan wisuda secara online :).
Iyah. Kita harus bersyukur momen “penting” itu ga terlewat dan sempet ngalamin. Wisuda online, yah cuma sekedar penghibur karena nuansanya pasti berbeda banget. Tapi.. bener kata kamu Fan, apa daya, demi kebaikan semua..
Bisa.. bisa jadi nantijadi kenangan tersendiri, cuma saat ini mah tetap saja ngenes ngeliatnya