Banyak orang merasa bahwa foto mereka kurang keren dan terkesan biasa-biasa saja. Padahal mereka sudah lumayan lama memotret. Mau tahu sebabnya? Yang paling sering terjadi adalah masih melakukan beberapa kebiasaan buruk fotografer yang menjadi penghambat perkembangan skill mereka.
Iya, betul sekali. Secara tidak disadari banyak kebiasaan kecil yang menjadi batu sandungan dalam perjalanan seorang fotografer. Hal-hal remeh yang justru membuat seseorang tidak berkembang.
Sebagian di antaranya bisa disebutkan di bawah ini
1> Jarang memotret (berlatih), kamera disimpan bak jimat
Memotret adalah sebuah skill, tidak bedanya dengan berlari, mengendarai mobil, dan lainnya. Jika terus dilatih maka akan membawa hasil berupa keahlian yang terus membaik, sebaliknya kalau tidak secara rutin diasaha, skill tersebut akan menghilang.
Seberapapun jagonya seorang fotografer, ketika ia mulai berhenti dan tidak rutin memotret, kemampuannya itu sedikit demi sedikit menguap.
Oleh karena itu, kalau memang mau hasil memotretnya bagus dan tetap terjaga, kamera tidak sebaiknya dijadikan jimat dan hanya disimpan dalam dry box.
Lakukan latihan secara rutin agar tangan, mata, dan otak tetap terlatih dalam menghasilkan sebuah foto. Mirip lah dengan seorang atlet yang terus berlatih agar kemampuannya berkembang.
2> Terlalu sibuk baca review kamera
Apakah membaca ribuan tulisan tentang review kamera terbaru akan meningkatkan skill memotret kita? Jelas tidak. Yang seperti ini hanya akan menghadirkan keinginan untuk membeli kamera baru.
Skill memotret kita akan tetap jalan di tempat, malah bukan tidak mungkin akan mundur ke belakang. Mengetahui secara rinci spesifikasi berbagai kamera tidak ada manfaatnya dalam mengembangkan skill memotret.
Kecuali, Anda mau berubah menjadi salesman kamera dan bukan fotografer.
3> Minder/Iri pada kamera dan lensa orang lain
Dari rumah berangkat membawa kamera, di tengah jalan bertemu dengan sesama fotografer yang menenteng kamera Full Frame dan Lensa seri L berharga hampir setara Toyota Avanza.
Lalu, rasa minder dan iri keluar. Akhirnya, kamera yang dibawa dari rumah tidak pernah keluar. Anda akhirnya tidak memotret.
Tidak memotret sama artinya dengan tidak latihan. Sampai di rumah lalu sibuk baca review kamera dan lensa sambil berkhayal bisa memilikinya.
Hasilnya, skill memotret akan menguap entah kemana dan hasil foto akan tetap tidak membaik.
Mau? Kalau tidak buang rasa minder dan fokus pada menggunakan yang ada untuk mengasah skill.
4> Berpikir instan
“Ah, saya sudah membaca tips tentang ini dan itu? Saya sudah belajar banyak, tetapi kok hasilnya masih tetap jelek?”
Mentalitas instan. Jangan pernah berharap bahwa setelah membaca satu dua artikel terkait tips memotret, maka hasilnya kemudian akan langsung bagus.
Fotografi adalah sebuah perjalanan panjang untuk melakukan kesalahan, memperbaiki, melakukan kesalahan lagi, memperbaiki lagi, dan terus berulang. Fotografi adalah tentang terus berlatih dan memperbaiki diri.
Berharap ada jalan pintas agar hasil foto baik merupakan sebuah penghambat besar dalam meningkatkan skill memotret. Keinginan serba cepat bertentangan dengan proses sebenarnya yang harus dialami agar menjadi pandai memotret.
5> Tidak mengenal kamera sendiri
Sebuah kamera saat dibeli biasanya dilengkapi dengan buku manual. Isinya tentang berbagai fitur yang tersedia pada kamera tersebut dan bahkan seringnya juga berisi tips dan trik cara pemakaiannya.
Sayangnya, banyak yang tetap mempertahankan kebiasaan buruk malas membaca buku manual. Akhirnya banyak fitur yang tidak termanfaatkan secara maksimal.
Buku panduan juga menjelaskan kelebihan dan batasan yang dipunya kamera, yang seharusnya memberi informasi apa yang bisa dan tidak bisa lakukan.
Mengabaikan buku manual merupakan kebiasaan buruk yang secara tidak disadari menjadi penghambat dalam perkembangan skill memotret seseorang. Bagaimana tidak? Sumber pengetahuan dasarnya diabaikan.
6> Malas
Rajin pangkal pandai, malas pangkal kebodohan. Pepatah lama yang tidak pernah usang. Jangan pernah berharap bahwa skill memotret akan membaik kalau
- malas membaca : teori fotografi itu banyak sekali. Internet menyediakan banyak sumber pengetahuan yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan diri seorang fotografer. Syaratnya, mau membaca. Kalau malas membaca, jangan berharap peningkatan skill akan terjadi
- malas bergerak : kunci utama menghasilkan foto yang baik adalah menemukan sudut pengambilan gambar (angle) yang pas dan cocok. Masalahnya opsinya banyak sekali dan tidak ada jalan lain selain berusaha terus mencoba bergerak. Dan, Anda tidak akan menemukan itu kalau malas bergerak dan mencoba menemukan angle tersebut.
7> Terlalu fokus mengedit foto
Mengedit foto di era digital merupakan bagian dari kehidupan fotografer, tetapi tidak berarti “inti” seorang fotografer berubah. Inti dari memotret adalah membuat foto dengan kamera, dan bukan pengeditan foto. Yang terakhir itu adalah wilayah seniman digital (digital artist). Bukan fotografer.
Sebuah foto yang komposisinya jelek, diedit seperti apapun hasilnya akan tetap jelek dan tidak akan membaik meskipun diedit dengan Photoshop atau Lightroom atau aplikasi pengedit foto lainnya.
Kalau memang mau meningkatkan skill memotret, lebih baik waktu pengeditan dipakai untuk berlatih komposisi, aperture, dan berbagai hal lain terkait dengan proses membuat foto.
8> Tidak mau belajar mengedit foto
Loh katanya jangan mengedit foto? Kalau ada yang bertanya begitu, saya jawab, “Kata siapa?” Di poin sebelumnya saya sebutkan post-processing (pengeditan foto) adalah bagian dari kehidupan fotografer. Tidak dilarang hanya, jangan berlebihan dan menghilangkan inti dan fungsi seorang fotografer.
Tidak mau mengedit foto sebenarnya juga sebuah kebiasaan buruk dan menghambat. Bagaimanapun sebuah foto saat keluar dari kamera sering “tidak sempurna” alias sesuai ide pemotretnya.
Jadi, sebuah pengeditan perlu dilakukan, seperti misalnya meningkatkan kontras, memperbaiki saturasi, atau melakukan cropping.
Tidak melakukannya berarti membuang kesempatan menghasilkan foto yang lebih baik dan tentunya hal itu bukan sesuatu yang bagus.
9> Tidak mau dikritik
Pilih dipuji atau dikritik? Saya pilih mendapatkan kritik karena dengan mendapatkannya, saya bisa melihat kesalahan dari sisi pandang orang lain. Pujian justru merupakan sesuatu yang berbahaya karena kerap melenakan dan membuat sombong.
Sebuah hasil karya foto bukanlah sesuatu yang tidak bisa diperdebatkan dan sempurna. Selalu ada celah ketidaksempurnaan yang mungkin menjadi sasaran kritik.
Terima, renungi, dan kemudian putuskan solusinya.
Anti kritik bisa menjadi batu besar penghambat perkembangan skill memotret karena berarti menolak masukan yang mungkin berguna dan berharga.
10> Malas pakai tripod
Memang sih merepotkan untuk membawanya, tetapi menggunakan tripod untuk belajar akan memberikan banyak keuntungan. Salah satunya adalah waktu untuk berpikir dan fokus pada satu tujuan saja.
Hal ini akan membantu sekali memahami berbagai teori, sekaligus bisa mempelajari berbagai teknik fotografi yang tidak bisa dilakukan tanpa tripod.
11> Menyalahkan kamera dan lensa kalau hasil foto jelek
Kamera dan lensa tidak bisa memotret sendiri. Tanpa fotografernya benda itu diam saja dan tidak bisa menghasilkan apa-apa.
Jadi, sebenarnya aneh kalau kemudian keduanya yang disalahkan ketika hasil foto yang dihasilkan jelek. Sebuah hasil foto yang kurang bagus disebabkan bukan kameranya tetapi oleh fotografernya yang tidak mau berjuang memperbaiki kemampuannya.
Bila memang mau skill memotret meningkat lebih baik, ketika hasil foto jelek, salahkan diri sendiri, temukan penyebabnya, dan kemudian perbaiki.
12> Tidak fokus pada satu genre
Setiap genre punya teknik memotret yang berbeda-beda. Butuh waktu lama untuk menguasai secara mendalam.
Lalu, kalau kita ingin menguasai semuanya, hasilnya adalah kita tidak bisa fokus memperdalam pengetahuan di genre tersebut.
Bukan berarti kita hanya boleh memotret yang itu-itu saja, tetapi fokuskan perhatian pada satu saja. Untuk yang lainnya, pergunakan sebagai pelengkap saat bersenang-senang.
13> Tidak mau belajar hal baru
Belajar itu bagian dari kehidupan fotografer juga. Ia harus mau terus mencari dan mengembangkan diri dengan belajar sesuatu di luar yang sudah dikuasainya.
Dengan begitu, ia akan memiliki lebih banyak opsi saat memotret.
Contohnya, meskipun Anda sudah bisa membuat bokeh yang baik, jangan pernah berpikir bahwa semua sudah cukup. Tambahkan lagi dengan berbagai skill lainnya, seperti panning, strobish atau apapun yang menurut Anda akan membantu perkembangan skill.
Memang, belum tentu semua teknik itu akan dipakai, tetapi tentunya menyenangkan kalau bisa menemukan hal baru dengan memadukan berbagai teknik dan pengetahuan dikuasai.
14> Tukang pamer
Kamera digital masa sekarang itu lumayan mahal, jadi tidak heran kalau ada yang memanfaatkannya untuk “meningkatkan status” di mata orang lain.
Bawa kamera ke sana ke sini. Kemudian kalau ada kamera keluaran baru, beli, supaya terlihat fotografer yang sangat up to date.
Yang seperti ini tidak akan membantu sama sekali dan bahkan pada akhirnya menjadi penghambat peningkatan skill.
15> Ingin cepat mahir
Baru kemarin beli kamera, langsung mencoba melangkah memotret secara low key, padahal pengetahuan dasar, seperti rule of thirds saja (aturan 3 per 3) belum dipahami. Hasilnya ya berantakan.
Proses belajar tentunya ada tahap pertahap dan para fotografer senior pun memulainya dengan cara itu. Mereka belajar secara perlahan dan terstruktur agar apa yang dipelajari bisa terserap dan mendalam.
Berusaha melompat tahap pada akhirnya bukan meningkatkan skill, tetapi bisa menjadi penghambat yang luar biasa besar dalam diri seorang fotografer. Pengetahuan yang dimilikinya bisa tidak mendalam.
♦
Baca juga : Tips Belajar Fotografi – Satu Persatu dan Rutin Lebih Baik
Itu menurut saya, berbagai kebiasaan buruk fotografer yang menjadi penghambat perkembangan skill memotret mereka.
Masih ada yang lain, rasanya sih pasti masih ada. Silakan sharing apa lagi yang harus dihindari kalau memang mau maju.