[Baru] Niat Membeli Kamera Full-Frame

Niat Membeli Kamera Full Frame
Jalan Imam Bonjol, Semarang, 2018

Motto dari Maniak Potret dan saya sendiri sebagai bloggernya adalah fotografi bukanlah sekedar tentang kamera. Perkataan yang sama juga saya pergunakan untuk satu lagi blog fotografi lainnya yang saya kelola.

Hal ini mencerminkan sebuah pandangan bahwa seorang fotografer tidak boleh terlalu fokus dan berpikir bahwa sebuah foto yang bagus hanya bisa dihasilkan dari kamera canggih dan mahal. Foto yang bagus dan enak dilihat lahirnya dari dalam diri sang fotografernya sendiri, bukan kameranya. Kamera sebagus apapun kalau orangnya tidak bisa mengoperasikan, hasilnya akan tetap jelek.

Oleh karena itu, saya bukanlah orang yang berpandangan bahwa kamera full-frame yang memiliki sensor 35 mm sebagai sebuah keharusan untuk dimiliki. Seorang fotografer harus berpikir keluar dari “kotak” pandangan umum bahwa semakin bagus kamera, semakin bagus hasil fotonya.

Kamera APS-C dengan cropped sensor pun bisa menghasilkan foto yang memukau kalau berada di tangan seorang yang tahu cara memanfaatkan fiturnya dengan baik.

Kamera full-frame yang berharga puluhan juta bukan sebuah hal mutlak yang harus dimiliki.

Sejauh ini, saya sendiri hanya memiliki sebuah kamera tua dan mungkin dianggap sudah kedaluwarsa, tidak keren, Canon 700D yang berusia 3 tahun. Kamera ini sudah menemani saya sejak 2017 karena kamera sebelumnya sebuah prosumer Fujifilm HS 35EXR sudah rusak dan tidak bisa dipergunakan. Tentunya juga tidak boleh dilupakan kamera smartphone, yang sekarang Oppo A3S saja, karena walau murahan, kamera tetap sebuah kamera dan bisa dipergunakan untuk memotret.

Dengan semua itulah, foto-foto untuk semua blog yang saya punya dihasilkan. Tentu dengan tambahan foto gratis dari penyedia image gratis seperti Pixabay, Pexels, dan lain-lain untuk blog yang tidak memerlukan hasil jepretan sendiri.

Menghilangkan Rasa Sayang Untuk Bergerak Maju
Jalan Soleh Iskandar, 2017

Namun, sejak tahun lalu, saya merencanakan dan mulai menabung untuk membeli sebuah kamera full-frame. Kamera incaran yang sudah dipertimbangkan adalah Sony A7iv atau A7iii atau A7c.

Prakiraan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkannya dengan kisaran harga saat tulisan ini dibuat adalah 50-60 juta rupiah. Biaya itu sudah termasuk 3-4 lensa yang mungkin harus dibeli juga.

Mahal dan besar juga ternyata.

Kok jadi ada niat beli kamera full-frame? Sepertinya bertentangan sekali dengan prinsip fotografi bukan sekedar tentang kamera yang didengungkan. Apakah saya berubah pikiran?

Sebenarnya tidak ada perubahan prinsip dalam yang satu ini. Saya tetap akan selalu mengatakan hal yang sama. Meskipun demikian, saya memutuskan bahwa kamera full-frame sudah dibutuhkan.

Alasannya :

  • si Kribo, putra semata wayang kami sudah menentukan jalan bahwa ia ingin menjadi seorang fotografer profesional (dan komersial tentunya)
  • Canon 700D kami sudah tua dan sudah mengalami beberapa masalah teknis dalam pengoperasiannya (karena terlalu sering dipakai), pada akhirnya kami akan tetap butuh pengganti untuk memenuhi kebutuhan kami akan kamera
  • hasil kualitas foto Canon 700D hanya bisa memenuhi kebutuhan pasar dari kalangan yang sama sekali “tidak paham” tentang foto dan biasanya hanya bisa membayar rendah akan jasa fotografi
  • salah satu pangsa pasar untuk jasa fotografi adalah pre-wedding atau wedding dan setelah beberapa kali melakukannya sesi pre-wedding, kami menemukan banyak keterbatasan Canon 700D akan membuat kami sulit bersaing
  • satu kamera dipakai berdua ternyata menyulitkan karena kadang si 700D dibawa oleh si Kribo untuk kegiatannya dan saya terpaksa berdiam di rumah atau mengandalkan pada kamera smartphone

Kebutuhan.

Dibandingkan ketika pertama kali membeli kamera, yang hanya untuk ngeblog saja, kebutuhan kami bertambah. Dulu si Kribo masih SMP dan baru mulai tertarik untuk memotret, tetapi sekarang ia sudah berniat menjadi seorang fotografer pro.

Saya sendiri pun begitu. Dulu foto hanya dipergunakan untuk membuat blog sendiri, tetapi sekarang saya membutuhkan foto untuk membuat website orang lain.

Kebutuhan yang dulu tidak ada dan masih bisa di-cover oleh si Canon 700D muncul sekarang. Si Canon 700D keteteran dan tidak bisa lagi memenuhi semua kebutuhan.

Saya membutuhkan kamera bukan hanya sebagai pengganti, tetapi juga bisa memenuhi kebutuhan yang lain. Setelah dipertimbangkan, mau tidak mau saya harus beranjak ke kamera full-frame.

Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, 2019

Sudah beli kamera tersebut? Belum. Makanya, pada judul ada tulisan dalam kurung [Baru] karena memang begitu adanya. Niat sudah ada, dan sedang direncanakan.

Mau tidak mau hal itu harus dilakukan karena harga kamera Full-Frame tidaklah murah. Mungkin bagi para sultan 50-60 juta itu tidak mahal, tetapi bagi seorang karyawan seperti saya, harga itu mahal sekali, apalagi harus ditambahkan dengan uang kuliah si Kribo yang harus dibayar.

Jadi, saya harus merencanakannya dengan hati-hati. Kebutuhan itu ada dan memang perlu bagi perkembangan kami berdua sebagai fotografer, tetapi tidak berarti harus dilakukan sekarang.

Berbagai hal harus diperhitungkan, termasuk bisnis yang bisa didapatkan dengan membeli kamera tersebut. Kamera full-frame itu adalah “modal” bagi kamu dan diusahakan agar tetap ada pemasukan yang dihasilkan, bukan sekedar karena kesenangan.

Karena kami sendiri tetap berprinsip, fotografi bukanlah sekedar tentang kamera saja. Fotografi adalah tentang manusianya.