Break the rules. Abaikan aturan/teori.
Begitulah biasanya sebuah tulisan tentang berbagai “aturan” atau “teori” fotografi diakhiri. Memang dalam dunia fotografi banyak sekali “teori” atau “aturan” yang muncul, sebut saja “Rule of Thirds” atau Aturan Sepertiga, kemudian Golden Triangle, Golden Hours, dan masih banyak lagi lainnya.
Tentunya, bagi masyarakat awam yang seperti ini kerap menimbulkan kebingungan. Mengapa membuat tulisan tutorial tentang “aturan” kalau kemudian menyarankan untuk dilanggar? Bukan kah lebih baik mengatakan, “Sudah tidak perlu perhatikan teori, abaikan saja, motret ya motret saja“.
Terlihat mubazir, tetapi sebenarnya tidak.
Ada beda yang besar antara “abaikan aturan/teori” dengan “tidak tahu teori”. Yang pertama mengandung makna “kesengajaan”. Orang yang mengabaikan teori memutuskan secara sadar tindakannya untuk tidak menggunakan pengetahuannya.
Hal ini berbeda dengan “tidak tahu teori”. Seseorang yang masuk kategori ini akan sering melanggar karena ia tidak punya pengetahuan tentang hal yang diabaikannya.
Itu adalah perbedaan yang sangat besar antara keduanya.
Mengapa seorang fotografer mengabaikan teori?
Tentunya, bagi masyarakat awam timbul pertanyaan lanjutan, “Mengapa harus belajar aturan/teori kalau kemudian tidak diikuti?”
Sebuah pertanyaan yang mungkin terbentuk dari pelajaran sejak masa kecil bahwa manusia harus hidup mengikuti aturan/hukum. Kepatuhan seperti ini akan menjamin keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Pelanggaran dalam aturan cenderung menghasilkan chaos atau kekacauan.
Landasan berpikir yang sangat bisa dipahami.
Meskipun demikian, ada satu kondisi yang berbeda. Fotografi memiliki definisi umum “seni melukis dengan medium cahaya”. Oleh karena itu, tidak bisa disamakan antara fotografi dengan apa yang berlaku umum di realita.
Kata “aturan” seperti yang ada pada frase “Rules of Thirds” atau “Aturan Sepertiga” pada dasarnya bukanlah hukum yang mengikat seperti layaknya hukum kemasyarakatan. “Aturan” dalam frase ini lebih bermakna sebagai “panduan” atau teori.
Seseorang diperkenankan untuk melanggarnya tanpa harus takut merasa bersalah. Tidak akan ada sanksi yang dikenakan terhadapnya. Berbeda dengan aturan norma, etika, dan hukum positif.
Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan panduan agar seseorang bisa menghasilkan foto yang baik saja. Tidak lebih.
Fotografi lebih menjurus ke seni dibandingkan ilmu pasti. Penilaiannya sangat subyektif. Sebuah foto bisa saja dinilai bagus oleh si A, tetapi jelek oleh si B. Tidak ada kriteria standar dan pasti dalam hal ini.
Oleh karena itu, saat memotret, meskipun ada teori atau aturan, seseorang harus menyesuaikan apakah pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan selera dan keinginannya.
Jika ia merasa bahwa pengetahuan teorinya kurang pas dengan seleranya, ia bisa memilih opsi untuk melakukan modifikasi atau bahkan mengabaikan teori itu.
Kondisi saat pemotretan pun bisa menjadi sebuah alasan sebuah teori tidak bisa diterapkan dan pemotret harus menyesuaikan diri. Dalam hal ini, ia bisa menganggap teori itu tidak ada dan disarankan memilih jalannya sendiri agar tujuannya tercapai.
Meskipun demikian, kebanyakan fotografer biasanya hanya melakukan modifikasi atau penyesuaian saja. Hal ini disebabkan karena berbagai teori dan aturan yang ada memang sudah terbukti “berhasil” menghasilkan foto-foto yang baik dan enak dilihat.
Persentase keberhasilannya tinggi sekali dibandingkan kegagalan kalau tidak melandaskan diri pada teori ini.
Jadi, “abaikan aturan” bukan berarti “tidak tahu aturan”. Ada proses pertimbangan dan pemikiran secara sadar apakah sebuah teori bisa diterapkan atau tidak. Bukan sembarangan dan asal-asalan.
♣♣♣♣
Jadi, kalau menurut kamus fotografi, bila Anda membaca “Break the rules” di akhir sebuah artikel tentang teori fotografi, maka terjemahan yang harus dipakai adalah bukan berhenti membaca.
Baca juga :
Interpretasinya adalah baca dan kuasai teknik/teori/pengetahuan itu, barulah kemudian modifikasi atau bahkan abaikan sesuai dengan kemauan atau kondisi di lapangan.
Jangan berhenti untuk mempelajarinya karena pada dasarnya “Abaikan aturan” bukan “Tidak tahu aturan”.
Keduanya berbeda.