#Dirumahsaja Menunjukkan Mengapa Fotografi Jalanan Itu Menarik

#Dirumahsaja Menunjukkan Mengapa Fotografi Jalanan Itu Menarik
Galaxy Theater, Bogor, 2017

Hari ini berarti sudah hari ke 40 atau 41 masa #dirumahsaja, alias WFH (Work From Home) bagi saya. Perusahaan tempat dimana saya bekerja memutuskan untuk menyuruh semua karyawannya tinggal di rumah demi keamanan bersama. Tentunya, karena juga mematuhi peraturan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19.

Bagi banyak orang, mungkin dipandang sebagai sesuatu yang menyenangkan, tetapi sebenarnya masa #dirumahsaja itu tidak selalu demikian adanya. Banyak hal yang justru mendatangkan tekanan bagi pelakunya, termasuk saya.

Yang paling dirasakan adalah masalah kebosanan. Semakin lama masa ini berlaku, tumpukan kebosanan rasanya juga semakin tinggi.

Salah satu hal yang membuatnya menjadi seperti itu adalah, sebagai seorang penggemar fotografi jalanan, saya terpaksa tidak bisa menyalurkan hobi yang satu itu. Tidak ada lagi nyetrit, baik sendiri atau bersama teman-teman. Tidak ada lagi nongkrong di jalanan celingukan mencari momen menarik.

Memang, beberapa teman berkata, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) bukan berarti tidak boleh memotret. Benar sekali adanya. Tidak ada larangan. Meskipun demikian, kalau hal itu dilakukan rasanya kok tidak klop banget dengan himbauan pemerintah bahwa keluar rumah itu hanya kalau keperluannya mendesak, seperti membeli bahan makanan atau bekerja.

Sayangnya hunting foto di jalanan itu, dilihat dari aspek manapun bukanlah sesuatu yang mendesak. Selain berarti tidak konsekuen dalam usaha membantu pemerintah, juga tetap ada kemungkinan terpapar virus berbahaya itu.

Sesuatu yang snagat tidak diharapkan oleh siapapun. Seberapapun besar rasa bosan dan keinginan untuk turun ke jalan lagi, dalam kondisi sekarang, rasa itu harus terus dipendam sampai pagebluk ini berlalu.

Toh juga, masih tetap bisa berkarya meski di rumah saja.

http://www.maniakpotret.com/2020/04/berkarya-saat-dirumahaja-tentu-bisa.html
Jalan Merdeka, Bogor, 2015

Lagipula, setelah beberapa berada di dalam rumah, saya bisa melihat ke belakang sejenak. Cukup banyak waktu luang setiap hari yang tersedia, selain untuk mengkhawatirkan masa depan, juga untuk menengok lagi perjalanan hidup yang telah dilalui.

Salah satunya adalah mengapa saya menyukai fotografi jalanan. Padahal, kalau ditilik lagi, genre fotografi yang satu ini bukanlah favorit para fotografer profesional. Bahkan, ada yang mengatakan genre yang satu ini adalah genre fotografi untuk pemula atau fotografer miskin saja.

Fotografi jalanan sulit untuk dijadikan mata pencaharian mengingat karena hampir tidak ada orang yang mau membeli foto dimana mereka tidak berada di dalamnya. Jenis obyek yang acak dan tidak tentu juga menyulitkan dalam promosi.

Tapi, saya menyukainya.

Menikmatinya.

Selama berada di rumah, tetap ada beberapa hasil karya, tetapi jelas tidak bisa dimasukkan ke dalam genre yang satu ini. Saya membuat beberapa foto produk untuk bagi saudara yang membutuhkannya untuk promosi. Tentu tidak kemana-mana di dalam rumah saja.

#Dirumahsaja Menunjukkan Mengapa Fotografi Jalanan Itu Menarik

Dalam proses pemotretan produk inilah saya menemukan bahwa kondisinya berbeda dnegan yang dialami kalau sedang nyetrit.

Statis. Tidak natural. Tidak ada pacuan adrenalin. Monoton.

Bukan berarti bahwa yang seperti ini tidak bagus. Sebenarnya tetap menantang karena membutuhkan banyak usaha dan pemikiran untuk bisa menghasilkan foto sebuah produk yang menarik dan sesuai image yang diinginkan.

Cuma, sebagai penggemar fotografi jalanan, tetap ada rasa yang kurang di dalam hati. Tidak ada unsur suspense, kejutan di dalamnya.

Sangat berbeda sekali dengan kondisi saat nyetrit dimana kita tidak pernah tahu apakah kita bisa mendapatkan hasil atau tidak. Tidak juga bisa ditentukan bahwa obyeknya selalu ada. Banyak ketidakpastian disana.

Sesuatu yang terkadang memacu adrenalin. Yang seperti inilah yang menjadi daya tarik tersendiri. Tidak berbeda dengan mengapa orang naik Halilintar di Dunia Fantasi, yang sebenarnya menakutkan tetapi memacu adrenalin.

Dalam pemotretan produk, hal itu tidak ada. Kita dipaksa untuk mengembangkan kreativitas dan memeras otak untuk menggabungkan unsur-unsur pemotretan saja, seperti cahaya, setting kamera, sudut pengambilan foto. Semua lebih ke arah masalah teknis.

Dunia yang penuh keteraturan.

Bila dijadikan perbandingan dengan analogi memancing, bisa diibaratkan fotografi jalanan sebagai memancing di sungai yang berair keruh, sedangkan fotografi produk sebagai memancing di empang sewaan dimana jenis ikan sudah ditentukan.

Di masa WFH inilah, saya kembali melihat alasan mengapa saya begitu menyukai genre fotografi yang satu ini, fotografi jalanan. Disana ada ketidakpastian, ketidakteraturan, sekaligus harapan. Mirip sekali dengan kehidupan manusia.

Mungkin karena itulah saya sulit berpindah genre dan merasa terikat dengan fotografi jalanan.

Itulah yang saya dapat dari sedikit melakukan flashback ke belakang. Sesuatu yang rasanya akan terus mendorong saya untuk kembali turun ke jalanan berburu momen, untuk mencari ketidakpastian dan kehidupan tanpa polesan.