Foto Tidak Selalu Mencerminkan Kenyataan / Realita

Foto Tidak Selalu Mencerminkan Kenyataan
CGM Bogor Street Fest, 2020

Banyak orang percaya kalau sebuah foto mencerminkan kenyataan. Sebuah foto dianggap menggambarkan dengan tepat realita dalam satu waktu.

Padahal, kenyataannya tidak demikian adanya.

Sebuah foto, hampir selalu tidak mencerminkan kenyataan yang ada. Mayoritas foto di dalamnya terdapat imajinasi dari sang pemegang kamera, fotografernya.

Bahkan, dalam foto jurnalistik sekalipun yang memiliki aturan yang sangat ketat, tetap ada sedikit bagian sisi subyektif dari fotografernya. Tidak beda dengan hasil karya jurnalistik lain, seperti berita, walau tentunya kadarnya kecil karena sudah dibatasi aturan.

Mengapa bisa demikian?

1. Pemilahan

Fotografer harus memilah mana unsur yang harus masuk dalam frame foto dan mana yang dibuang. Padahal terkadang sebuah cerita tidak menjadi lengkap kalau ada unsur dan bagian yang dihilangkan.

2. Imajinasi

Fotografi jalanan dianggap sebagai salah satu genre fotografi yang mengedepankan “kejujuran”. Foto yang diambil diusahakan mendekati realita yang terjadi dimana pemotret selalu berusaha untuk tidak berinteraksi dengan obyeknya.

Hanya saja, dalam benak sang fotografer jalanan ada sisi imajinasi. Sisi ide dan keinginan bagaimana kehidupan di ruang publik akan ditampilkan dalam foto.

Hasilnya, imajinasi sang fotografer lah yang diperlihatkan dalam foto dan bukan kenyataan yang ada.

3. Teknologi

Kamera digital dewasa ini adalah komputer mini dengan isi berbagai aplikasi atau fitur untuk membuat foto menarik.

Fitur pemotretan auto saja dibuat berdasarkan pemikiran tentang apa yang disuka dan tidak disukai oleh masyarakat banyak. Belum ditambah setiap fotografer menambah atau merubahnya sesuai dengan keinginan.

Hasilnya, sejak awal sebuah foto sudah disiapkan untuk mengikuti “kemauan” orang dibandingkan seesuai apa adanya. Sebuah foto laut biru belum tentu menggambarkan kenyataan yang ada karena fotografer punya kesempatan mengatur di kameranya sendiri.

4. Aplikasi Editor Grafis/Foto

Banyak yang kecewa ketika melakukan kencan dengan seseorang yang dikenal lewat dunia maya. Di fotonya cantik, bersih, putih, mulus, atau ganteng, macho, tetapi begitu bertemu muka, orangnya tidak sesuai dengan fotonya.

Semua karena kecanggihan teknologi dan berkembangnya aplikasi editor grafis/foto secara masif dimana hanya dengan menjentikkan jari, sebuah foto bisa berubah total.

Memang sudah terjadi pergeseran dalam dunia fotografi belakangan ini. Jika sebelumnya fotografi didefinisikan sebagai sebuah proses menghasilkan gambar menggunakan spektrum cahaya dan juga merekam momen, maknanya sekarang sudah bergeser cukup jauh.

Fotografi semakin mendekati apa yang disukai para fotografer, yaitu “seni melukis dengan medium cahaya”. Fotografi semakin mendekati pada bidang seni karena semua orang berusaha membuat foto mereka menjadi “indah” dan lebih “indah” dari seharusnya.

Nah, salah satu contoh pernyataan foto tidak selalu mencerminkan kenyataan/realita ada di bagian paling atas.

Seorang fotografer berjongkok dan sedang mengarahkan kamera ke “paha” seorang wanita. Sepertinya ia melakukan hal yang tidak pantas, tetapi sebenarnya tidak. Ia sedang mengarahkan kamera ke arah seorang anak yang mengenakan topeng naga yang berada tidak jauh dari posisi sang wanita.

Hanya dengan menghilangkan salah satu unsur dari foto, interpretasi orang bisa sangat beragam. Padahal, foto itu tidak mengalami perubahan apapun. Hanya bidang kamera saja yang dipersempit agar sang anak tidak masuk dalam frame foto.

Bogor, 18 April 2020