Fotografi Seni Yang Mengutamakan Hasil

Fotografi Seni Yang Mengutamakan Hasil
Pantai Kartini Rembang 2018

Mungkin akan banyak yang tidak setuju dengan pandangan ini. Tetapi, faktanya di lapangan memang menunjukkan bahwa fotografi adalah seni yang mengutamakan hasil.

Coba saja sendiri kalau tidak percaya. Apa kira-kira yang akan ditanyakan orang pada saat melihat sebuah foto yang bagus? Akankah mereka bertanya dengan kamera apa dibuatnya? Mungkinkah mereka bertanya siapa yang mengambil foto tersebut?

Kemungkinan besar biasanya mereka hanya akan melihat foto, memuji kalau fotonya bagus dan berlalu kalau fotonya buruk. Barulah setelah itu, jika fotonya dianggap bagus,  pertanyaan lanjutan terkait dengan jenis kamera dan nama fotografernya yang ditanyakan. Itupun kalau tidak diselingi pertanyaan “Dimana foto itu diambil?” keluar dari mulut mereka.

Masyarakat awam tidak memikirkan sang pemotret sebagai bagian penting selama hasil fotonya bagus dan enak dilihat, semua sudah cukup.

Kalaupun ada yang bertanya, biasanya dari kalangan fotografer sendiri yang ingin mengetahui hal-hal terkait alat dan pembuatan fotonya.

Selama hasilnya bagus dan memukau, meski dibuat dengan kamera smartphone sekalipun, masyarakat akan bertindak adil. Mereka akan memuji. Bahkan, mereka tidak peduli kalaupun fotografernya adalah seorang yang baru belajar memotret atau bahkan anak kecil sekalipun.

Bagus adalah bagus. Jelek adalah jelek.

Itulah mengapa Eric Kim, seorang fotografer jalanan terkenal asal Amerika Serikat, mengatakan fotografi adalah seni yang sangat demokratis. Kesetaraan antar fotografer bukan dilihat dari nama tenarnya, tetapi dari produk (foto) yang dihasilkannya.