Menyiksa Kamera Bukan Berarti Banting Kamera

Menyiksa Kamera Bukan Berarti Banting Kamera

Pernah dengar istilah “menyiksa” kamera? Mungkin kalau Anda sering berjalan-jalan ke blog-blog yang membahas fotografi, pastilah sekali dua istilah ini akan mampir ke telinga (atau mata). Istilah ini adalah sesuatu yang sering dipergunakan untuk menggambarkan sebuah tindakan.

Tindakan yang “ekstrim”. Istilah yang dipakai saja terkesan kejam.

Tetapi, stop dulu. Jangan membayangkan bahwa yang dilakukan adalah benar-benar ekstrim atau sesuatu yang mengakibatkan rusaknya kamera, seperti membantingnya atau merendamnya dalam air. Istilah ini jauh dari usaha merusak.

Frase “menyiksa kamera’ pada intinya adalah sebuah tindakan dari seorang fotografer untuk memakai kameranya pada titik yang paling ekstrim.

Setiap kamera memiliki batasan. Coba saja lihat buku manualnya. Contohnya, shutter speed atau kecepatan shutter biasanya dibatasi. Tergantung dari jenisnya, seperti Canon EOS 700D yang sampai 30 detik.

Nah, salah satu contoh “menyiksa kamera” adalah dengan menggunakan shutter speed “sangat lamban”, yaitu pada titik 30 detik. Bisa bayangkan? Karena berarti diafragma/aperture akan terbuka selama 1/2 menit. Padahal, biasanya hanya di bawah 1 detik. Tentunya kalau ini dilakukan harus menggunakan tripod.

Titik maksimum yang diizinkan kamera.

Untuk apa dilakukan? Tentu saja melakukan hal yang lumayan ekstrim seperti itu tanpa ada tujuan. Para fotografer menggunakan teknik-teknik itu untuk mencoba menghasilkan foto-foto yang unik dan berbeda dari yang lain.

Maklum saja persaingan di dunia fotografi pun sama kerasnya seperti persaingan dunia bisnis. Oleh karena itu, para fotografer pun terus berusaha untuk menampilkan foto-foto yang “berbeda” dibandingkan yang lain. Dengan itulah maka nama mereka bisa terangkat.

Jadi, itulah tujuannya. Jangan pernah bayangkan ada adegan teatrikal yang dilakukan oleh seorang fotografer kalau ia menyebutkan istilah “menyiksa kamera”.

Beberapa istilah lain yang berkaitan dengan istilah ini contohnya adalah “long exposure” atau “bulbing”. Keduanya membutuhkan bukaan shutter yang lama. 

Justru jika mereka mengatakan yang satu ini, bersiaplah untuk melihat sebuah foto yang akan menimbulkan kesan berbeda dari yang lain. Karena, fotonya dibuat dengan memakai setting paling maksimal yang mampu ditangani sebuah kamera.

Bukan sesuatu yang saya suka lakukan. Bukan karena tidak bisa dan tidak mengerti. Tentu saya bisa. Sayangnya, bukan teknik yang saya sukai karena hasil fotonya kerap menjadi terlalu artificial dan tidak natural, sesuatu yang kurang menarik minat saya.

Maklum, saya penggemar fotografi jalanan yang mengandalkan sisi natural kehidupan manusia.

Jadi, saya jarang menyiksa kamera (bukan tidak pernah).