Bagus Menurut Kita, Belum Tentu Bagus Menurut Orang Lain

Bagus Menurut Kita, Belum Tentu Bagus Menurut Orang Lain

Bagus dan jelek adalah dua hal yang berkaitan dengan selera. Begitu juga indah dan buruk. Semuanya akan tergantung pada standar nilai yang dimiliki seseorang.

Masalahnya, setiap orang berbeda dan pada ujungnya penilaian mereka terkait kedua kata itu, bagus dan jelek, juga akan selalu berbeda satu orang dengan yang lain.

Pengalaman beberapa waktu lalu membuktikan sekali kebenaran pandangan tentang hal tersebut. Sesuatu yang bagus menurut kita, belum tentu bagus menurut orang lain. Begitu juga sebaliknya.

Di Kebun Raya Bogor, bersama dengan teman lama, ada satu bagian yang memang lumayan unik sebagai tempat untuk berfoto. Bentuknya sebuah gerbang bambu sepanjang 10 meteran.

Masalahnya, sepengetahuan saya, yang sudah cukup lama bermain dengan kamera dan memotret cukup banyak, justru tempat tersebut secara teknis tidak bagus. Sinar matahari yang masuk melalui celah bambunya tidak merata dan bayangan gelap rentan menutupi obyeknya.

Tetapi, ia merasa sangat ingin dibuatkan foto disana.

Jadilah, untuk menyenangkan hatinya, saya lakukan beberapa shoot.

Hasilnya bisa diduga. Bayangan gelap menutupi wajahnya, sehingga sulit dikenali. Begitu juga dengan warnanya. Semua menjadi serba gelap.

Kemudian saya tunjukkan foto tersebut kepadanya. Sambil menjelaskan bahwa fotonya tidak bagus karena kurang jelas.

Herannya! Justru dia berkata, “Ah bagus kok!” Dan, ia meminta untuk hasil foto dikirimkan kepadanya karena dia akan menyimpannya dan memasangnya di akun media sosial miliknya.

Bingung? Sempat lah. Bagaimana hasil yang seperti ini disebut bagus? Sampai akhirnya saya menyadari bahwa pengetahuan saya tentang “bagus” dan “jelek” berbeda.

Tentu saja, sebagai orang yang sudah terbiasa bergaul dengan kamera, saya menganggapnya jelek karena masalah obyek yang tidak jelas dan banyak hal lainnya. Tetapi, sang kawan lama tidak memiliki pengetahuan yang sama dengan saya tentang standar dalam fotografi. Ia tidak tahu apa yang namanya Rule of Thirds, Kompoisi Warna.

Yang ia tahu adalah hasil foto seperti itu enak dilihat dan dia belum bisa menghasilkan foto yang sama.

Jadi, standarnya berbeda.

Mungkin suatu waktu, ketika ia sudah belajar lebih lama, mungkin ia akan menemukan mengapa foto tersebut dikategorikan jelek. Mungkin yah.

Tetapi, yang terpenting saat itu, bagi saya adalah setidaknya foto tersebut sudah membuat senang orang lain.

Prinsipnya kan, selama yang difoto (pelanggan) senang, ya saya ikut senang. Meski hati tidak puas dan agak geli. Tetapi, itulah kenyataannya bahwa saya harus menerima bahwa sesuatu yang jelek menurut saya, bisa jadi dianggap bagus oleh orang lain, atau sebaliknya.

Semua adalah masalah selera.