Apa itu Foto Jurnalistik atau Fotojurnalisme

Pemandangan kemacetan di Jembatan Merah Bogor ini merupakan sebuah hal rutin yang terjadi setiap harinya di salah satu sudut Kota Hujan ini

Foto di atas dan caption di bawahnya banyak ditemukan setiap harinya di berbagai media online dimanapun. Bukan hanya Indonesia tetapi juga di negara lainnya.

Sebuah foto dengan keterangan singkat terkait dengan foto tersebut merupakan salah satu bentuk dari fotojurnalisme atau foto jurnalistik. Kategori dalam fotografi ini juga kerap disebut dengan liputan atau reportase.

Biasanya foto-foto dengan gaya seperti ini memang dihasilkan oleh mereka-mereka yang bergelut dalam bidang pemberitaan atau pers. Oleh karena itu biasanya kita akan menemukannya di berbagai media massa, baik cetak ataupun online.

Apa itu Foto Jurnalistik atau Foto Jurnalisme?

Foto Jurnalistik atau Fotojurnalisme adalah foto atau kategori foto yang bertujuan untuk menyampaikan berita, peristiwa, atau informasi dalam bentuk karya foto.

Biasanya karya foto yang dihasilkan oleh fotografer yang bergelut di bidang ini tidak tampil sendirian. Bersama dengannya akan ada sedikit ulasan singkat yang berisikan informasi dan penjelasan mengenai dimana, apa, dan kapan serta inti yang ingin disampaikan oleh sang pemotret kepada khalayak luas.

Itulah tujuan utama dari fotojurnalisme. Menyampaikan informasi.

Berbeda dengan beberapa kategori fotografi lainnya, kategori yang ini tidak terlalu mementingkan segi estetika atau keindahan. Tujuannya memang berbeda karena kalau kategori yang lainnya bertujuan membangkitkan “rasa” dalam hati yang melihat, foto jurnalistik menekankan pada informasi. Meskipun demikian banyak wartawan foto yang handal akan memasukkan estetika dalam setiap karya fotonya.

Siapa yang bisa membuat foto jurnalistik?

Tentu saja dalam peringkat pertama mereka yang bisa menghasilkan foto jurnalistik adalah mereka yang bergerak dalam bidang penerbitan berita. Jurnalis atau wartawan foto adalah pihak yang paling banyak menghasilkan foto-foto jenis ini.

Meskipun demikian, sejak beberapa tahun terakhir dengn berkembangnya konsep Jurnalisme Warga atau Citizen Journalism, bisa dikata batasan itu sudah tidak ada lagi. Semua orang selama mereka memegang kamera dan bisa menghasilkan foto-foto bernilai berita bisa melakukannya.

hal itu bisa dilihat dari berbagai foto yang dishare di berbagai media sosial, banyak dari foto-foto tersebut memiliki nilai jurnalistik.

Kemactan di Jalan Kapten Buslihat Bogor

Syarat sebuah foto bisa dikategorikan sebagai foto bernilai berita

Bisa dikata penentuan sebuah foto bisa dikategorikan sebagai foto jurnalistik atau bukan akan ditentukan oleh tim redaksi sebuah koran atau majalah. Hal ini disebabkan karena tujuan foto jurnalistik adalah pengumpulan berita dan informasi untuk disebarkan kepada publik.

Penentuannya tidak sembarangan karena mayoritas mereka yang berada dalam tim redaksi adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang teori jurnalistik dan juga penerbitan pers. Mereka berwenang menentukan apakah sebuah foto bernilai berita atau tidak.

Meskipun demikian, dengan semakin berkembangnya pertehnologian kamera dan juga internet, peran ini menjadi tidak mutlak. Setiap orang bisa saja menghadirkan foto-foto yang dianggap mereka bisa menyampaikan informasi kepada orang lain.

Beberapa pihak ini seperti blogger yang memang juga akan banyak menggunakan foto dalam artikel-artikel ayng diterbitkannya. Bahkan bagi blogger yang memiliki blog beritanya, mereka melakukan hal yang hampir mirip sekali dengan apa yang dilakukan para jurnalis formal.

Mereka berpatokan pada interpretasi mereka sendiri pada hal-hal yang menjadi dasar dan syarat bagi foto jurnalistik seperti :

  1. Tidak melakukan perubahan pada subyek atau peristiwa dalam fotonya
  2. Tidak melakukan foto editting yang merubah peristiwa atau obyek yang ada dalam foto
  3. Menggunakan model yang dibayar untuk tampil dalam fotonya
  4. Peristiwa dalam foto bukan merupakan hasil rekaan dan arahan dari fotografer
  5. Subyek atau obyek foto tidak menggunakan perlengkapan atau hal lain yang disediakan oleh fotografer
  6. Tidak melakukan penggabungan dua buah foto atau lebih
  7. Tidak melakukan perubahan terhadap obyek atau subyek yang ada di dalam foto, seperti menghilangkan jerawat dan sebagainya

Dengan kata lain, sebuah foto jurnalistik harus bercerita apa adanya. Tidak boleh ada perubahan yang memberikan impresi atau kesan yang berbeda dengan kejadian aslinya.

Foto jurnalistik tidak berdiri sendiri

Memang foto bisa bermakna 1000 kata, tetapi dalam foto jurnalistik, sebuah foto tidak bisa berdiri sendiri. Biasanya foto-foto ini akan dilengkapi dengan penjelasan singkat ala jurnalis tentang kapan, dimana, dan apa.

Hal ini diperlukan karena bagaimanapun jurnalistik adalah ilmu atau pengetahuan untuk menyampaikan informasi kepada publik. Ilmu ini sangat menghindari adanya ketidak mengertian atau “gagal paham” pada yang melihat.

Untuk itu semuanya harus dibuat segamblang dan sejelas mungkin. Bahkan dalam jurnalistik dikenal istilah EDFAT (Entire, Details, Frame, Angle, Time – Menyeluruh, Rinci, Menggambarkan, Sudut, dan Waktu).

Sebuah foto dalam kategori ini harus mampu memperlihatkan rincian peristiwa, sudut pandang yang dipakai, serta waktunya. Oleh karena itu penambahan keterangan singkat seperti ini merupakan hal wajib.

Kontingen dari luar Bogor dengan menggunakan pakaian adat Bali dalam Perayaan Cap Go Meh Bogor 2016

(Catatan : ada watermark Lovely Bogor di foto di atas karena pemilik blog ini juga pemilik blog Lovely Bogor)

Tips fotojurnalisme

Tips ini dberikan oleh seorang jurnalis foto senior dari Reuters, Damir Sagolj asal Sarajevo bagi mereka yang ingin menghasilkan foto bernilai jurnalistik. (disarikan dan ditulis ala Maniak Potret)

1. Siap Sedia

Siap sedia adalah kata kuncinya. Foto jurnalistik mirip dengan fotografi jalanan dimana seorang fotografer harus mengandalkan pada insting untuk menemukan momen-momen. Bedanya fotografi jalanan mencari momen yang bisa memperlihatkan keindahan dan bernilai seni, tetapi seorang jurnalis foto mencari peristiwa-peristiwa yang bernilai berita.

Mereka harus menemukan dan bukan membuat. Oleh karena itu, bila hendak membuat foto jurnalistik, seseorang harus selalu waspada dan bisa mengantisipasi potensi hadirnya peristiwa di depannya.

2. Pelajari 

Seorang jurnalis foto harus mempelajari berbagai hal tentang target yang akan menjadi sasaran kameranya. Sebagai contoh, bila ia ditugaskan untuk memburu foto seorang terkenal atau selebriti, maka ia perlu mempelajari kebiasaan dari “buruannya”. Dimana ia biasa makan siang, bermain, bahkan buang air pun akan sangat membantunya dalam mendapatkan foto-foto dari buruannya.

Begitu juga dengan lokasi. Pengetahuan tentang lokasi akan bisa membuatnya mengetahui dari sudut mana pengambilan gambar akan menghasilkan foto yang menarik.

3. Buat pertemanan

Memburu seorang selebriti tidaklah mudah. Begitu juga mendapatkan foto kecelakaan atau tanah longsor, seringkali seorang fotografer akan dihadapkan pada hambatan berupa petugas hukum, masyarakat yang tidak ramah.

Dengan berinteraksi dan berteman , maka semakin besar kemungkinan hambatan-hambatan seperti ini bisa diantisipasi dan dipecahkan. Oleh karena itu buatlah channel sebanyak mungkin karena kita tidak akan pernah tahu kapan bantuan mereka diperlukan.

4. Skala Prioritas

Kalau dalam sebuah lokasi ada Syahrini dan Nadya Hutagalung hadir bersamaan, tetapi berada pada posisi terpisah, manakah yang harus didahulukan? Nadya Hutagalung cantik dan sexy dan seorang foto model terkenal, saya suka gayanya. Tetapi, kalau saya seorang jurnalis foto, maka saya akan memprioritaskan Syahrini.

Mengapa?

Karena Syahrini memiliki nilai jual dan berita yang jauh lebih tinggi. Fotonya keluar dari angkot saja bisa mengundang ribuan orang untuk mengklik sebuah berita meskipun isinya sebenarnya begitu-begitu saja.

Singkatnya buat skala prioritas, dimana subyek atau obyek yang lebih mungkin mendapatkan perhatian banyak orang harus selalu berada di urutan teratas, kalau tidak mungkin mendapatkan keduanya.

5. Perbaiki kemampuanmemotret

Untuk menghasilkan sebuah foto jurnalistik seorang fotografer akan selalu berhadapan dengan yang namanya “decisive moment“. Dalam kondisi ini sebuah peristiwa akan hadir dalam waktu sepersekian detik dan tidak akan bis adiulang.

Oleh karena itu, seorang fotografer harus sangat memahami berbagai hal terkait dengan fotografi seperti pengaturan kamera, komposisi, dan lain sebagainya. Semakin terlatih seseorang, maka semakin besar kemungkinan untuk menghasilkan foto bernilai tinggi. Berlatih dan berlatih adalah salah satu kunci utamanya untuk terus meningkatkan kemampuan diri sebagai fotografer.

6. Berinteraksilah

Bergabung dalam komunitas atau kelompok orang-orang sejenis, dalam artian sesama penggelut jurnalistik foto akan membawa keuntungan. Informasi-informasi tentang berbagai event akan bisa didapat.

Dengan begitu, seorang jurnalis foto akan bisa mengantisipasi harus pergi kemana untuk mencari buruan yang bernilai berita.

7. Menghilanglah

Bukan berarti Anda harus bersembunyi di balik tembok untuk mendapatkan foto tetapi jadilah tidak nampak bagi obyek atau subyek yang Anda buru.

Salah satu kunci utama dalam jurnalisme foto adalah menjadi “tidak terlihat”, stealth bahasa Inggrisnya. Dengan begitu sang obyek tidak akan menyadari bahwa dirinya menjadi incaran dan akan tetap bersikap dan bertingkah laku biasa dan normal.

Penampakan yang menyolok seringkali membuat obyek merubah sikapnya dan jelas sangat mengurangi nilai berita dari sebuah foto.

Hal ini bisa dilakukan dengan cara sembunyi dan menggunakan lensa tele. Berbaur dengan lingkungan sekitar juga bisa menyamarkan kehadiran dan membuat sang subyek tetap melanjutkan aktifitasnya.

Seorang warga Bogor bersusah payah di tengah jalan untuk menandatangani spanduk berisikan janji untuk mempopulerkan Kota Bogor sebagai Bogor the Loveliest City 

Kira-kira begitulah penjelasan singkat tentang foto jurnalistik.

Semoga bisa bermanfaat.