Fotografi Mengabadikan Momen Sebelum Menjadi Masa Lalu

Seni mengabadikan momen, itu adalah salah satu definisi yang paling tepat, menurut saya, tentang apa itu fotografi. Mungkin ada banyak yang lebih menyukai definisi lainnya, seperti ‘melukis dengan cahaya’, tetapi dalam pandangan saya, sang penggemar fotografi, arti fotografi yang pertama lebih mengena.

Berrnice Abbot, seorang fotografer wanita asal Amerika Serikat pernah berkata :

‘Photography can only represent the present. Once photographed, the subject becomes part of the past’

(Fotografi hanya bisa mewakili masa kini. Setelah diabadikan, subyek menjadi bagian dari masa lalu)

Kutipan dari sang fotografer awal abad ke-20 ini mengibaratkan bahwa kehidupan manusia bagaikan rangkaian trilyunan slide foto yang terus berjalan. Tidak ada jalan mundur alias kemungkinan diputar ulang.

Semuanya akan terus berjalan maju.

Ketika seseorang menggunakan kameranya untuk merekam sesuatu, maka ia sebenarnya sedang merekam sebuah momen dan bagian dari kehidupan itu sendiri.

Sepotong. Hanya sepotong, tidak lebih.

Momen itu akan terekam dalam bentuk gambar atau foto yang bisa terlihat.

Bagaimana cara dan tehniknya, itu adalah hal terpisah, tetapi fotografi memang dilahirkan untuk menangkap momen-momen dalam kehidupan yang dianggap penting dan bermakna oleh manusia.

Momen-momen yang hendak direkam oleh kamera bisa berupa peristiwa-peristiwa bahagia, sedih, senang, marah, takjub dan lain sebagainya.

Sesuatu yang dianggap berharga oleh manusia.

Berharga karena mereka tahu bahwa momen-momen ini tidak akan pernah terulang kembali. Semua hanya terjadi satu kali dalam hidup manusia. Sangat jarang sebuah momen akan terulang kembali.

Itulah mengapa Berenice Abbot mengatakan demikian. Hal itu karena ia sangat menyadari bahwa kehidupan manusia tidak akan berputar ke masa lalu.

Itulah mengapa saya berpikir, fotografi adalah tentang mengabadikan momen dibandingkan melukis dengan cahaya.