Fotografer Itu Seperti Koki

Memang tidak ada hubungan “darah” langsung antara fotografi dengan memasak. Yang ada hubungan bisnis karena fotografi sering dipakai untuk menampilkan hasil kegiatan memasak. Bahkan ada genre yang mengkhususkan diri dalam bidang memotret makanan.

Cuma itu hubungannya.

Cuma, rasanya tidak salah juga mengibaratkan fotografer itu seperti koki tidak salah juga. Berbeda lokasi dan bidang memang jelas, tetapi apa yang mereka lakukan sebenarnya tidak jauh berbeda. Kedua “profesi” ini sama-sama melakukan kegiatan meramu.

Seorang koki dengan skillnya meramu bawang, tomat, daging, dan berbagai bahan lainnya yang kalau dimakan sendiri-sendiri tidak enak menjadi sebuah olahan yang bisa menggoyang lidah. Ia berusaha  menghadirkan sebuah sensasi dalam diri penikmatnya, melalui lidah.

Sementara itu seorang fotografer, dengan kameranya, menggabungkan berbagai unsur seperti background atau latar belakang, obyek, dan cahaya menjadi satu, sebuah gambar, foto. Bedanya dengan koki, fotografer berusaha menyentuh dan menggoyang indera mata untuk menimbulkan sensasi dari yang melihat.

Sama kan.

Keduanya memiliki kesamaan lagi, yaitu dalam hal hasil. Seorang koki akan ditempat oleh pengalaman dan latihan panjang untuk mencapai titik dimana ia pantas menyandang gelar Chef, atau koki kepala. Ia harus mengeluarkan segala daya dan kemampuannya melewati berbagai rintangan dan tantangan untuk diakui oleh orang lain. Tidak mudah dan sangat perlu ketekunan dan konsistensi dalam mencapai tujuan.

Begitu pula dengan seorang fotografer. Membuatnya diakui sebagai seorang fotografer pro tidaklah didapat hanya dengan ongkang-ongkang kaki, atau bahkan membeli. Seorang fotografer harus mampu menunjukkan mahakaryanya yang mampu memukau yang melihat. Kesemuanya itu tidak bisa didapat tanpa adanya latihan yang tekun dan pengalaman.

Prosesnya pencapaiannya samameskipun hasilnya berbeda.

Jadi, tidak salah juga kalau fotografer disebut seorang “koki” dalam bidang memotret. Iya nggak?