Menekuni fotografi seperti menandatangani kontrak untuk terus berlatih, berlatih, dan berlatih. Kontrak ini akan terus berlaku sampai kita memutuskan lagi untuk tidak memotret. Selama masih menyukai, mau tidak mau tidak bisa dipisahkan dari yang namanya mengasah kemampuan.
Sayangnya, kebanyakan dari para penggemar fotografi terbentur pada masalah waktu. Status mereka kebanyakan tetap saja seorang karyawan, bapak, suami, yang harus bekerja untuk mengumpulkan uang (untuk membeli kam.. eh membayar rekening). Mau tidak mau urusan dapur harus didahulukan.
Belum lagi, di saat akhir pekan atau libur datang, rengekan anak atau permintaan istri untuk menemani mereka, entah ke pasar atau ke tempat bermain, pasti keluar. Tidak dituruti kasihan, mereka sudah menanti, dituruti tidak bisa berlatih memotret.
Yah, seberapapun sukanya saya pada fotografi, tetap saja mereka lebih penting dan akan selalu demikian. Jadi lah waktunya semakin sempit.
Padahal, keinginan untuk memotret biasanya meninggi di hari libur.
Untungnya, karena saya menggemari genre fotografi jalanan, atau apalah namanya soalnya campur aduk, masalah keterbatasan waktu ternyata bisa diatasi.
Mudah ternyata.
Sebagai penghobi fotografi ala Eric Kim, saya terbiasa untuk mengamati dan tidak tergantung pada tempat atau jenis obyek yang dicari. Tidak perlu tema, tidak perlu topik.
Jadi, saya masih bisa berlatih memotret dengan obyek foto seadanya.
Seadanya dalam artian, apapun yang ada di depan mata akan dijadikan obyek kamera. Kalau sedang jalan-jalan cari jajanan, ya berarti mencoba mengabadikan si penjual atau tempat dimana dia berjualan. Kalau sedang kondangan, mata saya akan jelalatan melihat siapa tahu ada gadis manis nan cantik atau ibu-ibu gendut berpakaian cerah atau aneh (keduanya bisa jadi obyek foto yang menarik lo). Kalau hanya berkunjung ke rumah saudara, ya kucing atau bunga yang jadi sasaran.
Apapun saya akan coba jadikan sebagai obyek foto.
Disini biasanya saya berlatih menerapkan berbagai teori hasil “nyolong” ilmu dari para master fotografi, entah dari genre jalanan atau yang lain. Bisa tidak saya menghasilkan sesuatu yang menarik dari obyek foto yang biasa-biasa saja.
Kamera yang dipergunakan pun tergantung situasi. Sudah jelas tidak mungkin selalu membawa kamera kesana kemari, apalagi saat mengantar istri berbelanja. Jadi, saat itu kalau memang cuma ada smartphone pun bukan sebuah masalah. Yang penting ada kameranya.
Semua ini saya rasa memang harus dilakukan oleh semua fotografer. Tujuannya, sudah pasti agar kemampuan atau skill memotretnya terus terasah.